Mimisan. Kata yang cukup akrab di telinga banyak orang ini biasa digambarkan sebagai mengalirnya darah dari hidung. Orang Yunani kemudian menyebutnya epistaxis atau perdarahan hidung.
Umumnya, epistaxis atau mimisan memang tidak berbahaya, meski dalam beberapa kasus mimisan mengindikasikan penyakit yang berbahaya. Karena itu, umumnya, mimisan cukup diatasi dengan selembar daun sirih....
Mimisan kenyataannya telah menjadi fenomena bahkan mitos sejak awal kehidupan. Sejak awal, kasus mimisan memang telah melibatkan para tabib. Tak kurang Hippocrates—fisikawan dan matematikawan Yunani yang hidup sekitar 470-410 SM—pun turun tangan. Menurut dia, perdarahan hidung bisa dicegah dengan meningkatkan tekanan pada hidung itu sendiri.
Sementara itu, para tabib lain mencoba mengatasi mimisan dengan serangkaian mantra sakti yang diucapkan pada darah si penderita. Kemudian, mereka meminta si penderita menghirup darah mereka sendiri sambil tetap diiringi dengan jampi-jampi serangkaian mantra sakti dan ajaib tersebut.
Tak jarang, darah merah yang keluar dari hidung itu kemudian dijadikan jimat sakti. Itu hanya sebagian cerita cara tetua mengatasi kasus mimisan di era kehidupan yang sangat awal.
Kenyataannya, misteri tentang mimisan baru terungkap sekitar abad ke-17. Setidaknya itu menurut disertasi Dr Glen T Porter MD dalam sebuah konferensi di Departemen Otolaryngology, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
Menurut Porter, misteri di balik mimisan pertama kali diungkap oleh Carl Michel (1871), James Little (1879), dan Wilhem Kiesselbach. Mereka adalah orang pertama yang berhasil mengidentifikasikan bahwa mimisan merupakan perdarahan hidung akibat terganggunya sekat rongga hidung bagian depan atau anterior.
Gangguan itu, lanjut Porter, bisa diakibatkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal yang menyebabkan mimisan termasuk anomali vaskular, infeksi atau radang ringan, trauma, luka iatrogenik, neoplasma, serta munculnya unsur desikasi di dalam tubuh.
Sedangkan faktor sistemik mencakup hipertensi, atheroklerosis, infeksi atau radang karena suatu penyakit, hingga ginjal dan liver. Karena itu, mimisan bisa menjadi gejala biasa, tetapi bisa pula menjadi gejala berbahaya.
Setidaknya ada dua area yang paling terkena imbas mimisan, yang disebut plexus Kiesselbach dan plexus Woodruff. Plexus Kiesselbach merupakan perdarahan dari wilayah sekat rongga hidung bagian depan (anterior), sedang plexus Woodruff adalah posterior.
Perdarahan anterior biasanya terjadi pada anak-anak berumur dua tahun hingga 10 tahun dan remaja. Adapun perdarahan posterior umumnya terjadi pada orang dewasa, tepatnya di atas umur 40 tahun. Yang paling umum, mimisan pada orang dewasa akibat tekanan darah tinggi karena pengapuran pembuluh darah.
Mimisan bisa terjadi akibat tindakan sangat sepele, misalnya mengorek hidung terlalu kuat, hingga penyakit serius. Umumnya ini gejala seperti sering terjadi pada anak-anak. Selain itu, mimisan bisa pula karena pilek, polip, pengeringan hidung akibat pergantian cuaca, hingga penyakit TBC.
Jika TBC menyerang hidung, bisa dipastikan akan terjadi mimisan. Juga, trombositopenia, hemofilia, leukimia, hipertensi akibat pengapuran pembuluh darah, kekurangan vitamin D serta K, gangguan keseimbangan hormon, dan keracunan obat.
Khusus pada anak-anak, mimisan bisa terjadi karena hidung kemasukan benda keras atau biji-bijian yang mengakibatkan infeksi dan perdarahan. Biasanya, gejala seperti ini ditandai dengan bau busuk dari lubang hidung.
Namun, mimisan yang harus diwaspadai adalah dalam kasus posterior. Umumnya, mimisan pada kasus ini lebih sering terjadi dan mengeluarkan darah lebih banyak. Karena itu, mimisan pada kasus ini hanya bisa ditangani para ahli. Perdarahan hidung posterior karena infeksi antara lain akibat sinus paranasal seperti rinitis atau sinusitis. Namun, yang lebih parah adalah mimisan akibat lupus, sifilis, atau lepra.
Meski belum ada penjelasan resmi, Dr Quoc A Nguyen, ahli bedah otolaring dan leher dari AS, mengatakan, mimisan lebih banyak terjadi para kaum pria (58 persen) ketimbang perempuan (42 persen).
Daun sirih
Secara tradisional, orang Indonesia spontan akan menggulung selembar daun sirih (piper betle lynn) dan memasukkannya ke hidung bocah untuk menyumbat darah yang keluar akibat mimisan. Dalam sekejap, aliran darah dari hidung itu pun berhenti.
Harus diakui, hingga saat ini, belum banyak kajian ilmiah tentang kaitan mimisan dengan daun sirih tersebut. Namun, dalam buku Tumbuhan Berguna Indonesia (1987) disebutkan, jika diisap, cairan daun sirih mampu menghentikan perdarahan pada hidung.
Adapun ekstrak daun sirih bisa digunakan untuk berkumur jika mulut sedang bengkak, menghilangkan bau mulut, serta menghentikan darah ketika gigi dicabut. Bahkan, rasa gatal dan bisul kecil dapat disembuhkan dengan mencuci bagian tersebut dengan ekstrak daun sirih.
Hal itu terjadi, antara lain, karena daun sirih mengandung styptic yang bisa menahan perdarahan. Sedangkan seluruh tumbuhan sirih mengandung arecoline yang bisa merangsang saraf pusat, meningkatkan daya pikir, gerakan peristaltik, dan meredakan dengkuran.
Daun sirih juga mengandung eugenol yang bisa mencegah ejakulasi dini, membasmi jamur candida albicans yang antara lain menyebabkan keputihan pada kaum wanita, dan bisa meredakan rasa nyeri. Selain itu, terdapat pula kandungan tanin yang bisa mengurangi sekresi cairan pada vagina, melindungi fungsi hati, dan mencegah diare.
Yang pasti, daun sirih mengandung banyak jaringan yang berisi kelenjar minyak aetheris atau minyak terbang (Kompas, 4/11/1971). Minyak yang bisa diperoleh dengan cara menyuling ini terutama mengandung senyawa chavicol dan fenol. Karena itu, minyak sirih sangat berguna untuk mengobati batuk dan radang selaput lendir tenggorokan.
Kenyataannya, daun sirih memang tidak asing dalam kehidupan dan pengobatan tradisional. Sejak sekitar tahun 600 SM, masyarakat tradisional Asia dan India menggunakan daun sirih untuk berbagai keperluan. Dari tata cara adat hingga pengobatan. Sayang, daun yang sangat bermanfaat ini semakin "hilang" dari halaman rumah….
Sumber : kompas.co.id
0 Responses to "Mimisan dan Fenomena Sirih"