Dokter angkat tangan. Dan, Endrasari pun memulai kehidupan yang 'sumbing': Ia mesti menenteng tabung oksigen ke mana-mana sebab dadanya kerap digodam sesak hebat. Biang keladinya: Bronchitis akut. Penyakit paru ini tak hanya mengutil berat badan Endrasari, juga memaksa dia meneguk 12 jenis obat selama setahun.
Dan, dokter pun angkat tangan. Lusinan ramuan kimia dari apotek bagaikan tak bertuah. Sebab, seperti diakui Endrasari dalam buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu, penyakitnya bersifat psikosomatis: Tidak berasal dari serbuan virus atau bakteri, melainkan berasal dari pikiran. Dokter menyuruh dia menyembuhkan luka batinnya dahulu. Jika ingin pulih.
Nur Sonia (27 tahun) akhirnya pulih. Dibekap frustrasi selama tujuh tahun, yang berujung rontoknya kuliah dia pada sebuah PTN favorit di Bandung dan sering sakit-sakitan pula, mantan bintang kelas saat SMA ini sukses meretas kuldesak jalan buntu kehidupannya. Ia melakoni satu hal: 'Detoksifikasi' hati. Ia buang seluruh racun masa lalunya. Ia gulung filmfilm negatif masa mendatang. Kemudian, 'Saya serahkan diri saya seluruhnya kepada Sang Pemilik diri saya.'
Ikhlas. Kembali ke titik nol. Hasilnya? Sebuah paradoks. Sikap ikhlas yang sebelumnya ia anggap sebagai simbol kelemahan justru memberinya kekuatan subtil. Dalam ikhlas, kata Sonia, ia justru merasa lebih perkasa dalam menguasai diri. Tidak rentan digelisang- gelisut resah. Lebih kebal.
Kuncinya adalah: Manakala kita memasrahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, saat itu pula pupus segala cemas. Kita menjadi lebih kuat. Mengapa? Karena urusan kita sudah diserahkan kepada Sang Maha Berkehendak. ''Biarlah Dia yang mengatur. Kita yang melaksanakan keinginan- Nya. Sebab, bukankah Dia juga Maha Pemberi Petunjuk? '' ujar Sonia. Apakah itu berarti pasrah?
Di sinilah uniknya. Ketika terasuk rasa ikhlas, secara otomatis, Sonia justru merasa intuisinya meningkat tajam. Lebih bijaksana. Lebih mengenali diri sendiri. Lebih cerdas. Lebih kreatif. Dan, pada gilirannya: Lebih produktif. "Sekarang saya sudah bisa bekerja. Di perusahaan asuransi," tutur dia semangat. Selamat tinggal jelaga masa lalu!
Belakangan Endrasari juga mengucapkan sayonara buat penyakit bronchitis akutnya. Hanya sikap ikhlas bukan lusinan obat kimia yang kuasa menanggalkan siksa radang parunya itu. Endrasari kini tak lagi mesti memboyong tabung oksigen ke mana-mana. "Saya baru tahu semua penyakit datang dari pikiran."
Dalam kondisi ikhlas, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasa nyaman, tenang, dan bahagia. Dalam zona ikhlas, bermekaranlah pelbagai energi positif: Rasa syukur, sabar, dan termasuk fokus. Energi ikhlas ini kemudian menyebar ke setiap jengkal tubuh dan kita pun tiba-tiba merasa penuh tenaga.
Manfaat lain dari ikhlas adalah membuat imunitas tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung stabil, dan kapasitas indera meningkat. Orang ikhlas akan sehat jiwa dan fisiknya.Ikhlas, adalah kunci jika bagi kebahagiaan.
Jika kita meneropong lewat alat pendeteksi gelombang otak atau elektroensefalogram (EEG), akan tampak bahwa otak memancarkan gelombang sesuai kondisi jiwa seseorang. Dimanakah kebahagiaan? Teknologi mutakhir menunjukkan: Rasa bahagia membentang antara panjang gelombang alfa dan theta pada otak. Inilah zona ikhlas.
Zona ikhlas berada di frekwensi 8 Hz hingga 13,9 Hz atau alfa. Orang yang sedang rileks, melamun, atau berkhayal, berada dalam frekwensi ini. Anak-anak balita frekwensinya selalu berada dalam posisi alfa karenanya mereka selalu jujur, polos, dan tak pernah larut bersedih. Begitu murni.
Zona ikhlas juga terbentang di antara frekwensi 4 Hz hingga 7,9 Hz atau theta. Dalam kondisi ini pikiran menjadi amat kreatif dan inspiratif. Pikiran juga terasa khusyuk, rileks yang dalam, hening, dan amat intuitif.
Semakin pandai Anda menyetel frekuensi alfa atau theta di otak Anda, semakin mudah hidup Anda. Frekwensi ini memang menawarkan kelezatan hidup sesungguhnya: Rasa syukur dan nyaman. Karena itulah, menurut dia, jelas sudah bahwa ukuran sukses (kebahagiaan, red) sebetulnya amat ditentukan oleh keberhasilan merasakan pikiran bahagia. Itu saja. Kebahagiaan karenanya tak perlu dicari-cari apalagi lewat semata-mata kelimpahan materi.
Dan, jangan anggap enteng sikap ikhlas ini. Pengalaman Nur Sonia menunjukkan: Sekali kita melangkah ke zona ikhlas, kita bakal terdorong menjadi orang baik menjauhi prasangka dan selalu berpikir positif. Nah, dari sinilah garis tangan Anda mulai bergeser.
Dengan berpikir positif, maka hal-hal positif otomatis akan menghampiri kita. Demikian sebaliknya. Itulah Hukum Daya Tarik Menarik (The Universal Law of Attraction) yang memiliki penjelasan ilmiahnya dalam fisika kuantum. Dan kita, menurut Erbe, adalah apa yang kita pikirkan (positif atau negatif).
Lain halnya kesaksian Bp.Erbe. Usai menikah selama enam tahun, Erbe akhirnya divonis dokter aspermatozoa, tak bisa memiliki keturunan. Dan, Erbe menyikapinya meski awalnya tentu terkejut dengan ikhlas. "Mengucapkan alhamdulillah dalam hati memberi saya ketenangan dan kekuatan," ujarnya.
Tapi kemudian ikhlas memiliki logikanya sendiri. Dalam penyerahan diri kepada Tuhan, Erbe membayangkan bahwa suatu hari ia akan dikaruniai buah hati. Visualisasi tu dilakukannya dalam kondisi otak alfa berada di zona ikhlas secara tekun dan tawakal.
Hingga suatu hari ia berkonsultasi ke dokter. Sembari memandangi hasil laboratorium Erbe, dokter tersebut menggelengkan kepala. "Ini tidak mungkin. Dari nol persen (spermatozoa) menjadi 30 persen dalam tiga minggu? Tidak mungkin." Kini Erbe memiliki putra bernama Shankara Premaswara.
Dan, dokter pun angkat tangan. Lusinan ramuan kimia dari apotek bagaikan tak bertuah. Sebab, seperti diakui Endrasari dalam buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu, penyakitnya bersifat psikosomatis: Tidak berasal dari serbuan virus atau bakteri, melainkan berasal dari pikiran. Dokter menyuruh dia menyembuhkan luka batinnya dahulu. Jika ingin pulih.
Nur Sonia (27 tahun) akhirnya pulih. Dibekap frustrasi selama tujuh tahun, yang berujung rontoknya kuliah dia pada sebuah PTN favorit di Bandung dan sering sakit-sakitan pula, mantan bintang kelas saat SMA ini sukses meretas kuldesak jalan buntu kehidupannya. Ia melakoni satu hal: 'Detoksifikasi' hati. Ia buang seluruh racun masa lalunya. Ia gulung filmfilm negatif masa mendatang. Kemudian, 'Saya serahkan diri saya seluruhnya kepada Sang Pemilik diri saya.'
Ikhlas. Kembali ke titik nol. Hasilnya? Sebuah paradoks. Sikap ikhlas yang sebelumnya ia anggap sebagai simbol kelemahan justru memberinya kekuatan subtil. Dalam ikhlas, kata Sonia, ia justru merasa lebih perkasa dalam menguasai diri. Tidak rentan digelisang- gelisut resah. Lebih kebal.
Kuncinya adalah: Manakala kita memasrahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, saat itu pula pupus segala cemas. Kita menjadi lebih kuat. Mengapa? Karena urusan kita sudah diserahkan kepada Sang Maha Berkehendak. ''Biarlah Dia yang mengatur. Kita yang melaksanakan keinginan- Nya. Sebab, bukankah Dia juga Maha Pemberi Petunjuk? '' ujar Sonia. Apakah itu berarti pasrah?
Di sinilah uniknya. Ketika terasuk rasa ikhlas, secara otomatis, Sonia justru merasa intuisinya meningkat tajam. Lebih bijaksana. Lebih mengenali diri sendiri. Lebih cerdas. Lebih kreatif. Dan, pada gilirannya: Lebih produktif. "Sekarang saya sudah bisa bekerja. Di perusahaan asuransi," tutur dia semangat. Selamat tinggal jelaga masa lalu!
Belakangan Endrasari juga mengucapkan sayonara buat penyakit bronchitis akutnya. Hanya sikap ikhlas bukan lusinan obat kimia yang kuasa menanggalkan siksa radang parunya itu. Endrasari kini tak lagi mesti memboyong tabung oksigen ke mana-mana. "Saya baru tahu semua penyakit datang dari pikiran."
Dalam kondisi ikhlas, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasa nyaman, tenang, dan bahagia. Dalam zona ikhlas, bermekaranlah pelbagai energi positif: Rasa syukur, sabar, dan termasuk fokus. Energi ikhlas ini kemudian menyebar ke setiap jengkal tubuh dan kita pun tiba-tiba merasa penuh tenaga.
Manfaat lain dari ikhlas adalah membuat imunitas tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung stabil, dan kapasitas indera meningkat. Orang ikhlas akan sehat jiwa dan fisiknya.Ikhlas, adalah kunci jika bagi kebahagiaan.
Jika kita meneropong lewat alat pendeteksi gelombang otak atau elektroensefalogram (EEG), akan tampak bahwa otak memancarkan gelombang sesuai kondisi jiwa seseorang. Dimanakah kebahagiaan? Teknologi mutakhir menunjukkan: Rasa bahagia membentang antara panjang gelombang alfa dan theta pada otak. Inilah zona ikhlas.
Zona ikhlas berada di frekwensi 8 Hz hingga 13,9 Hz atau alfa. Orang yang sedang rileks, melamun, atau berkhayal, berada dalam frekwensi ini. Anak-anak balita frekwensinya selalu berada dalam posisi alfa karenanya mereka selalu jujur, polos, dan tak pernah larut bersedih. Begitu murni.
Zona ikhlas juga terbentang di antara frekwensi 4 Hz hingga 7,9 Hz atau theta. Dalam kondisi ini pikiran menjadi amat kreatif dan inspiratif. Pikiran juga terasa khusyuk, rileks yang dalam, hening, dan amat intuitif.
Semakin pandai Anda menyetel frekuensi alfa atau theta di otak Anda, semakin mudah hidup Anda. Frekwensi ini memang menawarkan kelezatan hidup sesungguhnya: Rasa syukur dan nyaman. Karena itulah, menurut dia, jelas sudah bahwa ukuran sukses (kebahagiaan, red) sebetulnya amat ditentukan oleh keberhasilan merasakan pikiran bahagia. Itu saja. Kebahagiaan karenanya tak perlu dicari-cari apalagi lewat semata-mata kelimpahan materi.
Dan, jangan anggap enteng sikap ikhlas ini. Pengalaman Nur Sonia menunjukkan: Sekali kita melangkah ke zona ikhlas, kita bakal terdorong menjadi orang baik menjauhi prasangka dan selalu berpikir positif. Nah, dari sinilah garis tangan Anda mulai bergeser.
Dengan berpikir positif, maka hal-hal positif otomatis akan menghampiri kita. Demikian sebaliknya. Itulah Hukum Daya Tarik Menarik (The Universal Law of Attraction) yang memiliki penjelasan ilmiahnya dalam fisika kuantum. Dan kita, menurut Erbe, adalah apa yang kita pikirkan (positif atau negatif).
Lain halnya kesaksian Bp.Erbe. Usai menikah selama enam tahun, Erbe akhirnya divonis dokter aspermatozoa, tak bisa memiliki keturunan. Dan, Erbe menyikapinya meski awalnya tentu terkejut dengan ikhlas. "Mengucapkan alhamdulillah dalam hati memberi saya ketenangan dan kekuatan," ujarnya.
Tapi kemudian ikhlas memiliki logikanya sendiri. Dalam penyerahan diri kepada Tuhan, Erbe membayangkan bahwa suatu hari ia akan dikaruniai buah hati. Visualisasi tu dilakukannya dalam kondisi otak alfa berada di zona ikhlas secara tekun dan tawakal.
Hingga suatu hari ia berkonsultasi ke dokter. Sembari memandangi hasil laboratorium Erbe, dokter tersebut menggelengkan kepala. "Ini tidak mungkin. Dari nol persen (spermatozoa) menjadi 30 persen dalam tiga minggu? Tidak mungkin." Kini Erbe memiliki putra bernama Shankara Premaswara.
0 Responses to "Menghadirkan Keajaiban"