Aromaterapi adalah istilah modern untuk praktik yang sudah dilakukan ribuan tahun lalu. Seperti yang dilakukan orang Mesir kuno saat mandi, pijat, dan mengurapi orang mati, secara tidak sadar kita juga melakukan aromaterapi ketika menghadiri pemakaman atau menjalani upacara adat pernikahan. Wewangian sengaja ditebar untuk memberi suasana nyaman.

Suatu ketika wabah pes melanda kota Athena kuno. Ketika itu tentu belum ada antiseptik untuk membasmi kuman. Hippocrates, yang sekarang dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern, menggunakan mandi aromaterapi dan penyemprotan wewangian untuk membebaskan Athena dari wabah penyakit. Sama dengan di Yunani kuno, ahli fisika Mesir kuno menggunakan minyak dengan keharuman tertentu untuk pengobatan, wangi-wangian, mengurapi jenazah, dan meningkatkan gairah.
Nenek moyang kita juga sudah mengenal praktik aromaterapi. Ini bisa dirasakan pada waktu melayat orang meninggal. Ruangan di sekitar rumah duka akan dipenuhi keharuman mawar. Sifat wangi mawar yang antidepresan akan membuat orang-orang di sekitarnya menjadi lebih tenang. Keharuman mawar ini selain menenangkan juga membangkitkan gairah.

“Oleh karena itu mawar adalah salah satu kelengkapan yang dipakai dalam upacara adat perkawinan. Tujuannya antara lain untuk meningkatkan gairah pengantin baru,” tutur Kris Budihardjo dari Muttyasa Spa Jakarta
Namun, kebiasaan menggunakan wewangian aromaterapi ini mulai ditinggalkan ketika ditemukan zat antiseptik yang membunuh kuman dengan cepat dan murah. Baru pada tahun 1928 penggunaan istilah aromaterapi dipopulerkan oleh Rene Maurice Gattefosse di Perancis.

Aromaterapi digunakan untuk rileksasi dan pengobatan. “Pada Perang Dunia II minyak esensial untuk aromaterapi ini digunakan untuk pengobatan karena pada zaman itu sulit memperoleh antibiotika. Minyak esensial ketika itu digunakan secara internal, yaitu diminum atau dimasukkan ke organ tubuh,” kata Dr. Rachmi Primadiati, seorang dokter ahli kecantikan dan aromatologi yang berpraktik di Griya Natura, Jl. Prapanca, Jakarta Selatan. Karena itu, menurutnya, aromaterapi adalah istilah modern untuk pengetahuan kuno.

Istilah aromaterapi yang sekarang digemari karena kesadaran efek samping pemakaian obat kimia ini didefinisikan oleh Dr. Rachmi sebagai suatu cara penyembuhan kesehatan dengan menggunakan bahan alamiah berupa minyak esensial dari tetumbuhan. Penyembuhan dengan aromaterapi ini merupakan tindakan holistik internal dan eksternal atau tidak hanya mengobati gejala penyakit yang tampak.
Dengan pendekatan holistik, pengobatan terhadap individu satu tidak akan sama dengan yang lain. “Karena setiap individu itu berbeda karakternya, bahkan pada orang kembar sekalipun. Setiap karakter membutuhkan minyak esensial yang berbeda pula. Misalnya untuk orang yang pemarah tentu akan diberikan minyak yang bersifat menenangkan,” kata dokter yang pernah menulis buku tentang aromaterapi ini.

Hormon Tumbuhan
Dr. Rachmi mengatakan bahwa aromaterapi ini adalah bagian dari kedokteran naturopati sebagai kesadaran kembali ke alam karena timbulnya efek samping penggunaan obat sintetis. Ia menyebutkan empat sifat yang tercakup dalam pengobatan naturopati.
Pertama, bersifat noninvasif alias tidak mencederai tubuh manusia seperti ketika dioperasi. Kedua, menggunakan bahan alami. Ketiga, cinta lingkungan dalam tubuh sendiri dengan memelihara jasad renik berguna yang ada di badan. Keempat, sangat individual.
Aromaterapi, tambahnya, merupakan pengobatan dengan menggunakan kekuatan dari tumbuhan atau dalam bahasa Inggris life force of plant. Maksudnya, aromaterapi ini menggunakan minyak esensial yang mengandung zat yang digunakan tumbuhan untuk mempertahankan diri terhadap serangan dari luar, misalnya hama atau serangga. Zat tersebut tidak lain adalah hormon tetumbuhan.
Dietrich Gumbel dari Jerman pernah meneliti tumbuhan dan menemukan bahwa manusia dan tetumbuhan punya kesamaan dalam hal hormon, enzim, dan susunan kimia di dalam tubuh. Hasil penelitian itu mengungkapkan bahwa bagian atas tumbuhan memiliki efek penyembuhan pada bagian kepala manusia dan menembus epidermis (bagian atas) kulit.

Bagian ranting dan daun mempunyai efek penyembuhan pada jantung dan paru-paru dan menembus dermis (bagian tengah) kulit. Sementara itu, bagian akar dan kayu berkhasiat menyembuhkan bagian perut manusia

Tak Sembarang Wangi
Minyak esensial ini diperoleh dari penyulingan sedemikian rupa, sehingga diperoleh sari dari tumbuhan tersebut. “Untuk memperoleh sekitar satu sendok makan minyak esensial mawar diperlukan 100 kg bunga mawar! Tak heran kalau minyak ini mahal harganya,” papar Dr. Rachmi. Meski mahal, kekuatan penyembuhan minyak ini adalah sebesar 100 kali tumbuhan aslinya.

Minyak tersebut mengandung bahan kimia asli dari tumbuhan tersebut berupa zat antiseptik seperti fenol dan alkohol dan molekul-molekul lain. Khasiatnya menyembuhkan berbagai penyakit serta menyebarkan bau harum.
“Molekul-molekul yang menyebarkan wangi ini bisa ditiru di laboratorium menggunakan bahan sintetis berasal dari minyak bumi menjadi parfum. Wewangian dari parfum ini tidak bersifat menimbulkan fungsi tubuh seperti wewangian dari minyak esensial. Berbeda dengan minyak esensial karena minyak tersebut di samping mengandung molekul wangi juga mengandung molekul yang menyembuhkan,” lanjut Dr. Rachmi.
Kandungan zat-zat kimia alami dari tumbuhan ini bersifat antioksidan, sehingga mampu membantu proses pembusukan. Tidak heran orang Mesir kuno menggunakan minyak esensial untuk mengawetkan jenazah. Di samping khasiat antioksidan, molekul-molekul itu juga meningkatkan kekebalan tubuh alami.
Minyak esensial juga punya efek antiinflamasi yang mempercepat penyembuhan. Khasiat minyak esensial sebagai antiseptik minyak esensial ini menurut Dr. Rachmi pernah diteliti oleh Chamberlain pada tahun 1887. Hasilnya membuktikan minyak tersebut memang punya manfaat antiseptik yang meyakinkan.
Para peneliti dalam dunia kedokteran naturopati pernah pula meneliti akumulasi kandungan kimia minyak esensial di dalam tubuh. “Hasil penelitian ini pernah diterbitkan dalam sebuah jurnal kedokteran naturopati,” katanya.
Dalam penelitian tersebut terbukti bahwa minyak esensial tidak terakumulasi di dalam tubuh. Terungkap di situ bahwa minyak lavender yang dioleskan ke kulit akan terbuang empat jam kemudian lewat air seni. Ada pula yang dikeluarkan lewat keringat, anus, dan mulut.

“Minyak esensial itu tidak dianggap sebagai benda asing oleh tubuh, sehingga tak dianggap sebagai zat penyebab alergi dan dikeluarkan dari tubuh secara alami,” katanya.

Untuk Kecantikan
Semakin banyak orang di negara maju yang sadar kembali ke alam membuat aromaterapi menjadi pilihan yang menarik. Penelitian-penelitian ilmiah yang mendukung manfaat aromaterapi membuat semakin banyak orang berpaling memilih pengobatan cara alami ini.

“Di Inggris, aromaterapi dengan menggunakan minyak esensial ini sudah digunakan di sebuah rumah bersalin, mulai dari untuk sterilisasi sampai membantu proses kelahiran,” cerita Dr. Rachmi.
Efek minyak esensial yang mampu menembus kulit paling dalam membawa orang menyadari manfaat aromaterapi untuk memelihara kecantikan. Minyak esensial itu mampu meningkatkan pergantian, kekencangan, menambah kelembaban, mengurangi timbunan cairan atau selulit yang cukup mengganggu kecantikan kulit, serta melancarkan sirkulasi darah. Dr. Rachmi menyarankan pemakaian minyak esensial cengkeh, jahe, sereh, dan adas untuk melancarkan sirkulasi darah.
Praktik aromaterapi untuk kecantikan ini sekarang lazim dijumpai di salon-salon kecantikan dan spa. Bentuknya bisa berupa minyak esensial yang dibakar bersama air di atas tungku kecil. Bisa juga berupa pijat aromaterapi.
Dengan pijat ini ada dua manfaat yang diperoleh tubuh. Pertama, minyak esensial yang dioleskan di kulit menstimulasi tubuh menjadi lebih rileks. Kedua, hidung akan menghirup wangi minyak esensial yang telah terbukti mampu mempengaruhi emosi.

Minyak yang dihirup akan membuat vibrasi di hidung. Dari sini minyak yang mempunyai manfaat tertentu itu akan mempengaruhi sistem limbik, tempat pusat memori, suasana hati, dan intelektualitas berada.
Sumber : kompas