Mengapa tahap infeksi HIV pada beberapa orang tidak berlanjut menjadi AIDS? Sebuah kajian genetik terbaru menunjukkan, hal itu berkaitan dengan adanya asam amino tertentu dalam tubuh yang mampu menghancurkan sel-sel yang terinfeksi HIV.

Demikian diungkapkan Bruce Walker, imunolog dan Direktur Ragon Institute of Massachusetts General Hospital, Massachusetts Institute of Technology dan Harvard University di Charlestown. Menurut temuannya, peluang tahap infeksi HIV untuk tidak berkembang menjadi AIDS terjadi pada 1 di antara 300 orang.

Penelitian itu dimulai ketika Walker mengetahui manfaat klinis yang dimiliki oleh pasien-pasein yang memiliki kekebalan terhadap HIV lewat program HIV Controller Study. "Saya pikir, kita dapat membentuk kelompok untuk menganalisa hal itu. Kita harus menemukan keunikan genetik dari seseorang yang memiliki kekebalan itu," ujar Walker.

Walker bersama timnya lalu mengambil sampel DNA dari 900 pasien HIV Controller atau orang-orang yang punya kekebalan terhadap HIV tadi. Mereka membandingkannya dengan kode genetik yang terdapat pada 2.600 orang yang memberi respons normal terhadap HIV. Untuk membandingkannya, ia menggunakan Genetic Wide Association Study (GWAS).

GWAS akan menganalisa single nucleotide polymorphism atau perubahan satu kode genetik yang memunculkan variasi pada individu tertentu. Melalui kajian itu, Walker menemukan, ada sekitar 300 lokasi yang secara statistik berkaitan dengan kekebalan terhadap HIV tersebut. Lokasi-lokasi itu diketahui berkaitan dengan bagian genetik yang mengode protein kekebalan yang disebut protein HLA.

Menggunakan pemetaan detail dari daerah HLA itu, Walker menemukan adanya asam amino pada protein HLA-B yang berbeda antara individu normal dan HIV Controller. Ia mengatakan, asam amino itulah yang mungkin bertanggung jawab terhadap kekebalan HIV.

"Dari 3 juta nukleotida yang terdapat dalam genome manusia, saya menemukan asam amino yang membuat individu normal dan HIV Controller berbeda," kata Walker.

Protein HLA-B merupakan jenis protein yang bertanggung jawab untuk melawan virus. Namun, sejauh ini belum diketahui mekanisme protein tersebut membangun kekebalan tubuh terhadap HIV. "Kami berusaha mencari tahu apa yang protein tersebut lakukan dan mekanisme pertahanannya. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Walker.

Pemahaman tentang mekanisme kerja protein tersebut sangat mungkin mendasari pengembangan vaksin. "Masih butuh waktu lama untuk memahaminya. Tetapi, kabar baiknya adalah adanya pengetahuan tentang sistem kekebalan ini. Hal itu berarti ada kabar bagus untuk vaksin karena prinsip vaksin adalah memanipulasi kekebalan," kata Walker yang mempublikasikan risetnya dalam situs Jurnal Nature, 4 November lalu.

sumber : kompas